Syeikh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan pernah bertanya kepada kepada guru beliau Syeikhul Islam Abdul Aziz bin Baz rahimahullah.
Pertanyaannya terkait pernyataan seorang dai dan mubalig yang mengatakan di hadapan khalayak bahwa, “Jika seandainya setelah Nabi Muhammad ﷺ ada seorang nabi yang di utus Allah Ta’ala maka orang tersebut adalah Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.”
Pernyataan tersebut sempat membuat kegaduhan nasional di negeri sang dai, akan tetapi tidak menjadi trending topic karena pada masa itu belum berjamur media sosial. Syeikh Ibnu Baz sendiri wafat tahun 1420 hijiriah atau 2000 M. Namun komentar miring dan protes kepada sang dai tidak dapat dielakkan.
Apa komentar Syeikh Ibnu Baz?
Pertama beliau tertawa. Kedua, beliau berkata, “Pernyataan seperti itu ada landasan dan contohnya (dalam syariat).”
Kemudian beliau menyebutkan sabda Rasulullah ﷺ,
لَوْ كَانَ مِنْ بَعْدِي نَبِيٌّ، لَكَانَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
“Seandainya setelah saya ada nabi (yang diutus), maka (orang tersebut) tentu Umar bin bin Khatthab.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi (hasan gharib menurut beliau) dan ada perbedaan pandangan terkait kesahihannya. Di antara yang mensahihkan dan menghasankannya ada al-Hakim, az-Zahabiy, dan Syuaib al-Arnauth.
Setelah Nabi Muhammad ﷺ wafat, Umar radhiyallahu anhu tidak pernah menjadi nabi. Namun hadits tersebut setidaknya menunjukkan keutamaan dan kemuliaan beliau di sisi Rasulullah ﷺ.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu pernah mendapat tugas menjadi amir sementara kota Madinah. Sedangkan Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya pergi berjihad ke wilayah Tabuk. Rasulullah ﷺ memahami perasaan Ali bin Abi Thalib ditinggal bersama dan mengurusi anak-anak dan kaum perempuan. Maka beliau bersabda,
“Tidakkah engkau ridha kepadaku, engkau menjadi seperti manzilah Harun terhadap Musa?”
Ali radhiyallahu anhu tidak pernah menjadi nabi sebagaimana Harun adalah seorang nabi, namun Ali adalah sosok yang istimewa bagi Nabi Muhammad ﷺ secara nasab. Sebagaimana Harun adalah saudara sedarah Musa alaihimassalam.
Pemilihan kata atau diksi untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan) sudah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.
Rasulullah ﷺ adalah contoh teladan dalam segala hal termasuk dalam berkomunikasi.
Katanya, “Orang pintar itu bukan orang yang mampu membuat orang lain paham dengan perkataannya. Orang pintar adalah orang yang paham dan mampu memprediksi makna apa saja yang mungkin dipahami orang dari perkataannya.”
Menurut Dr. Abdul Aziz as-Sadhan, Syeikh Ibnu Baz adalah pribadi yang sangat bijaksana dan tidak tergesa-gesa menyikapi sesuatu.
Secara khusus terhadap orang-orang yang sudah dikenal dan diketahui latar belakangnya.
Sikap yang demikian sangat penting di era media sosial dan secara khusus pada masa pandemi.
Karena interaksi orang-orang didominasi dengan tulisan, suara dan gambar. Sangat minim pertemuan langsung.
Berupaya memandang dunia dengan lensa sunnah akan sangat membantu. Bukankah lakab ahlu sunnah menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang mengedepankan sunnah dari sekadar perasaan yang terkadang kuat terkadang lemah.
Rasa mungkin tak pernah bohong. Indra perasa yang tak selalu jujur.
Oleh : Fakhrizal Idris