Konsistensi

Byadmin

Oct 22, 2020

Syekh Dr. Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir Asy-Syuhaibaaniy hafizhahumallah dalam tausiah singkat selepas salat Zuhur di Musala fakultas tempat beliau mengajar fikih hadis menceritakan kepada jamaah yang hadir bahwa, Syekh Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Al-‘Utsaimin pernah berfatwa bahwa tidak sah wudu seseorang jika ada penghalang air wudu untuk langsung membasahi kulit. Contohnya: sisa cat yang mengeras atau yang semisalnya.

Syekh Dr. Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir Asy-Syuhaibaaniy ini, pendidikan sarjana dan pascasarjana beliau tidak linier. Tingkat sarjana beliau tamatkan di fakultas Syariah, sedangkan pascasarjana untuk tingkat Magister dan Doktoral beliau mendaftar di Fakultas hadis jurusan Fikih Sunnah. Kecintaan dan minat kepada ilmu hadis menjadi alasan beliau banting setir.

Kembali kepada kisah tentang Syekh Ibnu -‘Utsaimin; berselang beberapa waktu, Syekh Ibnu -‘Utsaimin dihampiri salah seorang muridnya dan berkata, “Wahai tuan guru, ditangan Anda ada bekas cat yang sudah mengeras.” Maka beliau pun memperhatikannya dengan saksama. Kemudian Syekh Ibnu ‘Utsaimin membersihkan sisa cat yang mengeras tersebut dan berwudu. Lalu mengulang kembali salat fardu dan lengkap dengan salat sunahnya, sejumlah bilangan salat sejak kapan beliau terakhir berurusan dengan cat yang melekat ditangan menurut perhitungan beliau.

Kesimpulannya satu kata saja: konsistensi.

Seorang khatib Jumat duduk-duduk berbincang dengan beberapa jamaah selepas shalat Jumat di salah satu masjid di Jakarta (sebelum masa pandemi di tahun 2019). Dalam bincang-bincang ringan tersebut sang khatib mengingatkan pentingnya taat kepada perintah yang sah, tidak menjelek-jelekkan pemerintah di muka umum, dan menghargai keputusan-keputusan pemerintah yang pasti sudah dipertimbangkan dengan matang.

Ketika perbincangan sedang berjalan, salah seorang hadirin bertanya, “Pak Ustaz, masih sering bawa jamaah umrah?”

Maka dengan sigap sang ustaz menjawab, “Masih pak, bahkan beberapa waktu yang lalu saya khusus berangkat ke Saudi Arabia hanya untuk mengurus kelengkapan izin dan regulasi terkait penyelenggaraan haji plus. Tapi birokrasi pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dalam penyelengaraan haji dan umrah sangat tidak efektif, masa sih saya harus menunggu satu bulan di Arab Saudi hanya untuk mendapatkan satu lembar surat saja. Jadwal pengajian saya di Indonesia terbengkalai, kasihan jamaah.” Pungkas sang ustaz.

Mendengar penuturan tersebut salah seorang jamaah lain menimpali, “Demikianlah pak ustaz, seseorang cenderung protes jika sudah merasa dirugikan.”

Seperti tidak nyambung pak ustaz berkata, “Benar kata bapak, saya paham sekali kebobrokan departemen yang mengurusi urusan haji dan umrah itu.”

Karena pembicaraan pak ustaz mulai mengkritisi kebijakan pemerintah maka jamaah tersebut berusaha mengalihkan pembicaraan ke topik lain.

Kesimpulannya dua kata: tidak konsisten.

Semoga Allah Ta’ala perbanyak ulama seperti Syekh Ibnu ‘Utsaimin dan semoga Allah Ta’ala perbanyak para Ustaz yang konsisten.

Ubadah bin Shamit pernah berkata,

بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ، وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ، وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا، لَا نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ.

“Kami berbaiat kepada Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat, baik dalam urusan yang disenangi maupun perkara yang dibenci, dan untuk tidak menarik kekuasaan dari orang yang berwenang terhadapnya, dan menegakkan serta mengucapkan kebenaran dimana saja kami berada, kami tidak khawatir di jalan Allah terhadap celaan orang yag mencela.”

Oleh: Fakhrizal Idris

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *