Seorang khalifah yang sangat tersohor dalam tarikh Islam pernah bertanya tentang fitnah, maka para hadirin menjawab bahwa mereka pernah mendengarkan Nabi Muhammad ﷺ bersabda terkait hal tersebut, yaitu, “Fitnah seorang laki-laki atas anak, istri dan tetangganya.” HR. Al-Bukhari (1762)
Setiap laki-laki setelah menikah memungkinkan mengalami perubahan, perubahan dari kondisi baik kepada kondisi yang tidak baik atau sebaliknya. Awalnya dia adalah seorang ahli ibadah, setelah menikah berubah menjadi ahli dalam bersilat lidah.
Kecintaan seseorang kepada anak dan istri mungkin saja membuat dia jadi pengecut dan untuk mengeluarkan infak fisabillah dia menjadi penakut.
Kesibukan seorang dalam mengurus anggota keluarganya berpotensi mengalihkan dia dari melakukan kebaikan dan amal saleh yang akan menemaninya di liang lahat.
Atau kelalaian seseorang dalam mendidik dan mengajarkan adab kepada orang-orang yang dibawah tanggungjawabnya adalah ujian (fitnah) dan cobaan dalam mengarungi kehidupan di permukaan bumi.
Tetangga juga punya hak dan ada tuntutan syariat yang harus ditunaikan.
Bersabar terhadap percakapan dan perilaku usil tetangga adalah hal yang lumrah harus dilakukan.
Solusi dari ketidakcakapan seseorang dalam mengelola semua itu dapat ditebus dengan ibadah salat, puasa dan zakat.
Selaras dengan firman Allah Ta’ala,
اِنَّ الْحَسَنٰتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّاٰتِۗ
“. . . . Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik menghapus kesalahan-kesalahan. . . .” QS. Hud: 114
Nabi yang mulia juga bersabda pada kelanjutan penggalan hadis di atas,
“ . . . . Namun fitnah tersebut ada kafaratnya yaitu dengan shalat, puasa dan sedekah . . .”
Dua diantaranya dapat dilakukan secara harian, sedangkan puasa ibadah wajib tahunan.
Puasa adalah ibadah kepada Allah dengan menahan diri dari makan, minum dan jimak. Sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.
Tidak makan dan minum menjadi ibadah pada hari-hari di bulan Ramadan. Pada hari-hari Tasyrik di bulan Zulhijah, justru makan dan minum menjadi ibadah karena sangat jelas perintahnya.
Allah Maha Kuasa atas hamba-Nya dan Maha Mengetahui hikmah dibalik setiap perintah-Nya.
Meskipun seseorang sudah terbiasa membatasi makan dan minum karena kondisi tertentu yang dihadapinya seperti: sakit, menjaga pola hidup sehat dan yang semisalnya. Hal tersebut tidak mengurangi kesempatan seseorang untuk mendapatkan pahala yang sempurna dari ibadah puasa.
Karena, sebagian besar orang yang berpuasa, mungkin sudah mempersiapkan menu dan pola berbuka. Padahal masih ada saudara dan kerabat yang berpuasa tanpa sahur dan belum tahu akan berbuka dengan apa!
Oleh: Fakhrizal Idris