Baginda Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda kepada pada sahabatnya, ketika itu beliau baru saja kembali dari perang Ahzab, “Jangan sekali-kali kalian shalat Asar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.”
Lalu tibalah waktu shalat, ketika itu mereka masih di jalan. Sebagian dari mereka berkata, “Kami tidak akan shalat kecuali telah sampai tujuan (perkampungan Bani Quraizhah).
Sebagian lain berkata, “Tidak, kami akan melaksanakan shalat, sebab beliau tidak bermaksud demikian”. Maka kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi ﷺ. Beliau tidak mencela seorang pun dari mereka.
Kelompok pertama memahami instruksi tersebut secara harfiah atau apa adanya, yaitu shalat Ashar hanya akan dilakukan di perkampungan Bani Quraizhah. Meskipun ketika itu matahari telah terbenam dan waktu shalat maghrib telah masuk.
Kelompok kedua memahami bahwa sabda beliau tersebut sebagai intruksi untuk bergegas dan bergerak cepat agar mereka tiba di perkampungan Bani Quraizhah sebelum matahari terbenam. Artinya jika waktu Ashar telah tiba, apalagi dikhawatirkan keluar waktu bahkan masuk waktu Maghrib, maka shalat Ashar mesti dilakukan meskipun dalam perjalanan dan belum tiba di Bani Quraizhah.
Demikianlah, teks yang sama dipahami berbeda. Meskipun sebenarnya masih dapat dikatakan pemahaman mereka sama dan identik, yaitu sama-sama paham harus melaksanakan shalat. Hanya waktu pelaksanaan yang berbeda.
Beda tapi paham.
***
Ummu ‘Athiyah radhiyallahu anha menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum perempuan pada masa beliau (ketika Rasulullah masih hidup), untuk ikut hadir shalat pada hari raya idulfitri dan iduladha. Termasuk (perempuan) haid bahkan perempuan yang dalam pingitan sekalipun, sehingga mereka bisa menyaksikan jamaah kaum Muslim dan mendoakan mereka, namun kaum perempuan yang sedang haid agar sedikit menjauh dari tempat shalat mereka. Seorang perempuan lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?” Beliau menjawab, “Hendaklah temannya meminjamkan jilbab kepadanya.”
Semua hadits tentang shalat dua hari raya menerangkan bahwa Rasulullah ﷺ melaksanakannya di lapangan atau tempat terbuka yang dikhususkan untuk itu.
Imam Malik berlandaskan hadits tersebut memandang bahwa, yang lebih afdal shalat idulfitri dan iduladha dilakukan di tanah lapang, dengan alasan juga kaum perempuan yang haid juga bisa ikut hadir.
Sedangkan Imam Asy-Syafi’i memandang bahwa yang paling afdal adalah yang paling banyak menampung orang-orang. Jika ada masjid yang dapat menampung orang lebih banyak itu yang afdal, seperti Masjidilharam di kota Mekkah.
Satu nas memberikan beberapa makna dan mengantarkan pada kesimpulan yang berbeda.
Kesimpulannya, berbeda memahami nas syariat adalah hal yang lumrah dan alamiah. Yang tidak lumrah adalah sudah dijelaskan berkali-kali tidak juga kunjung paham.
Atau yang tidak alamiah adalah tidak berusaha paham, karena enggan menggerakkan otot intelektualnya.
Atau yang tidak alamiah adalah tidak mau tahu apa alasan pemahaman pihak lain yang berbeda, karena terlanjur malu dengan pemahaman sebelumnya meskipun salah.
Beda tapi tak paham.
Oleh: Faris al-Biruny