Setiap smartphone baru ketika di beli oleh konsumennya sudah dilengkapi dengan sejumlah besar aplikasi yang sudah diinstal sebelumnya. Aplikasi ini dimuat oleh pembuat smartphone ataupun operator telekomunikasi.
Ada beberapa aplikasi bawaan yang cukup sering digunakan, namun banyak pula di antaranya hanya digunakan oleh sebagian kecil konsumen yang membeli ponsel tersebut.
Uniknya meskipun aplikasi tersebut tidak digunakan sama sekali, konsumen pemilik ponsel tak dapat menghapus aplikasi-aplikasi tersebut dari smartphone sehingga memakan memori atau kapasitas penyimpanan ponsel.
Ternyata perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google sering membuat kesepakatan dengan Original Equipment Manufacturer atau OEM untuk menginstal aplikasi mereka sebelumnya.
Saat ini sedang ada upaya dari Uni Eropa atau UE untuk “memaksa” produsen perangkat (OEM) agar mengizinkan penggunanya mencopot pemasangan aplikasi apapun yang sudah terpasang sebelumnya di perangkat mereka (pre-installed).
Undang-undang baru ini merupakan bagian dari regulasi Digital Services Act yang sedang dikerjakan oleh Uni Eropa.
Mungkin tujuan undang-undang tersebut adalah untuk menjaga hak konsumen sehingga patut didukung.
Namun pihak produsen juga akan mengatakan bahwa, bagaimana mereka akan melakukan maintenance jika semua aplikasi pada perangkat yang mereka ciptakan di hapus?
Menurut pembaca, pemilik ponsel umumnya pasrah dengan aturan dan regulasi produsen dan operator telekomunikasi atau senang berkreasi dan membongkar ponselnya?
***
Manusia adalah ciptaan Allah Ta’ala dan Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tua-nya yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Manusia dilahirkan dengan ‘aplikasi’ bawaan cenderung kepada Islam, menerima kebenaran dan sunnah, jiwanya merasa tenteram dengan zikir kepada Allah dan gundah jika harus terlalu sering menyebut manusia.
Oleh karena itu jika seandainya ada manusia yang jiwanya senang menyembah berhala, lebih cenderung kepada kebatilan dan maksiat, merasa nyaman dengan tata cara ibadah yang tidak sesuai sunnah, tidak merasa risih dengan sifat dusta, dan bermuamalah dengan menipu.
Maka hampir dapat dipastikan ‘aplikasi’ bawaan manusia tersebut telah terkena virus. Ada bug atau kutu pada software dan hardware-nya atau sistem keamanan diri-nya telah di jebol hacker.
Menurut pembaca, manusia dalam urusan akhiratnya, banyak berserah diri kepada Sang Pencipta dan taat kepada regulasi Rasul-Nya atau cenderung banyak berkreasi dan membongkar serta memorakporandakan dirinya sendiri?
Oleh: Fakhrizal Idris