Anti Jera

Byadmin

Jul 18, 2021

Manusia pada umumnya punya empati terhadap pihak lain jika dia pernah merasakan kesusahan yang sama dengan yang dirasakan orang lain.

Hal tersebut yang mendorong seorang laki-laki dari golongan Bani Israil rela bersusah payah turun ke dalam sumur untuk mengisi alas kakinya yang terbuat dari kulit dengan air. Untuk kemudian air tersebut diberikan kepada seekor anjing yang sedang kehausan sampai anjing tersebut menjilati tanah yang basah disekitar sumur.

Laki-laki tersebut sempat berucap,

لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ ‌مِثْلُ ‌الَّذِي ‌بَلَغَ ‌بِي

Sungguh anjing ini sedang merasakan (kehausan) yang tadi saya rasakan.” HR. Al-Bukhari no. 2363

                Tentu hal tersebut berlaku secara umum, karena ada saja pribadi-pribadi yang tidak peka dan tidak punya empati terhadap sesuatu yang dirasakan orang lain padahal hal tersebut sedang dan terus dia rasakan.

                Sebagai contohnya adalah yang terjadi pada tidak sedikit kaum ayah dan ibu muda.

Mereka senantiasa merasakan sulitnya proses persalinan, merawat dan mendidik anak serta pembiayaan itu semua. Namun keadaan yang sedang mereka jalani tidak menjadikan sikap kaum ayah dan ibu muda bermuamalah dengan lebih baik kepada ayah dan ibu mereka yang sudah sepuh atau kakek dan nenek anak-anak mereka.

                Ucapan dan perkataan kasar serta nada sinis masih saja terlontarkan dari lisan.

Padahal ketika anak mereka yang masih kecil berkata, “Ibu jahat.” Si ibu marah besar dan sangat gusar. Karena dia merasa telah berbuat yang terbaik kepada anaknya, tapi semua itu tidak dianggap.

                Ada juga misalnya, keluarga yang mengumpulkan harta dengan cara yang tidak halal secara syariat dan melanggar hukum negara. Ketika keluarga tersebut jatuh miskin atau musibah yang terus menerus menimpa mereka. Kondisi tersebut menjadi bahan gunjingan keluarga dekat dan jauh. Namun anehnya, pihak yang menggunjing, juga melakukan cara-cara yang sama dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka dan mengumpulkan harta. Tidak kapok dan tidak merasa jera.

                Sebagai penutup, hadis di atas dijadikan landasan dalil oleh sebagian ulama bahwa bersedekah tathawu’ dan berbuat ihsan kepada orang musyrik boleh secara syariat.

                Akan tetapi mesti diingat bahwa Allah Tayyib (Maha Suci dan sempurna dari segala aib) maka Allah hanya menerima sedekah yang suci dan baik.

Oleh: Fakhrizal Idris

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *